Halaman

Selasa, 24 April 2012

Hujan Terindah Sepanjang Hidup


Hujan Terindah Sepanjang Hidup
Oleh: Ahmad Satria Budiman dan Hasinadara Pramadhanti



SLB A Yaketunis
Siang itu menjadi siang yang berbeda di sepanjang Jalan Malioboro, Yogyakarta. Pada hari Sabtu tanggal 07 April 2012, Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (LEM UII) mengadakan kegiatan pawai yang bernama Parade Kisah Nusantara. Parade tersebut diselenggarakan atas kerja sama teman-teman panitia yang terdiri dari mahasiswa beragam angkatan dan jurusan serta melibatkan peserta dari kawan-kawan difabel yang berkebutuhan khusus. Di sana, sobat difabel dari berbagai yayasan dan sekolah luar biasa (SLB) menampilkan kebolehan masing-masing dalam unjuk kreativitas menceritakan kisah-kisah nusantara dalam bentuk pawai kepada masyarakat umum.
Parade itu sendiri merupakan rangkaian dari acara Eksperia, yaitu “Ekspresi Kreasi Difabel dan Mahasiswa”. Sebelum mengadakan parade, Eksperia telah melaksanakan kegiatan Festival Film Dokumenter, Festival Iklan Layanan Masyarakat, Pameran Karya Luar Biasa, dan Konser Amal “Persembahan Hati”, dimana seluruh kegiatan tersebut mengangkat bahasan yang sama yakni kesetaraan antara masyarakat umum dan kaum difabel. Tema keseluruhan acara Ekperia adalah “Menembus Batas dengan Keterbatasan”, begitu juga tema sentral dalam kegiatan Parade Kisah Nusantara. Kegiatan parade bertujuan meningkatkan rasa kepedulian antara mahasiswa dan juga masyarakat umum terhadap para penyandang cacat (difabel). Selain itu, parade juga dimaksudkan agar antar elemen masyarakat tercipta hubungan yang sinergis dan harmonis dalam memberikan ruang bagi keberadaan kaum difabel.
Kegiatan parade dimulai sekitar pukul 12.30 WIB. Sebagai sesi pembuka, kata sambutan disampaikan antara lain oleh Ir. Bachnas, M.Sc. selaku Wakil Rektor III Universitas Islam Indonesia dan Drs. Subroto sebagai perwakilan dari Dinas Sosial Kota Yogyakarta yang turut mewakili Gubernur DIY yang tidak dapat hadir. Dalam sambutannya, Bachnas mengatakan bahwa Parade Kisah Nusantara Eksperia adalah aktivitas besar karena dilaksanakan di luar kampus. Sementara itu, Subroto membacakan surat yang ditulis langsung oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X dimana isinya antara lain ucapan penghargaan dan apresiasi atas terlaksananya kegiatan parade. Dengan parade yang dimaksud, Sultan berharap hal tersebut dapat menjadi potensi yang strategis untuk dikembangkan dalam mengatasi rasa tersisih yang terkadang dirasa oleh sejumlah kawan difabel.
SLB Negeri I Bantul
Menjelang pukul satu siang, hujan turun dengan cukup deras sehingga pemotongan pita urung dilakukan. Parade rencananya akan dimulai dari halaman Kantor DPRD DIY sampai dengan halaman parkir Benteng Vredeburg di dekat Kantor Pos Besar. Di pintu pagar Kantor DPRD DIY telah dibentangkan pita yang menurut manual acara akan dipotong sebagai tanda dimulainya parade. Ketika hujan turun, baik panitia maupun peserta berteduh sembari menunggu hujan reda. Sekitar pukul 13.40 WIB, akhirnya kegiatan dapat kembali dilanjutkan meskipun hujan masih menyisakan rintik-rintik kecilnya.
Sebelum pemotongan pita, dilakukan pembacaan narasi cerita nusantara. Pembacaan narasi dilakukan secara sahut-menyahut di depan pintu pagar kantor, di seberang pita yang dibentangkan. Beberapa orang yang melintas di trotoar mulai tertarik untuk melihat. Narasi dibacakan oleh anggota Teater Jemuran FTI UII, yang berpakaian adat sesuai dengan cerita yang dibaca. Ada yang membacakan kisah Malinkundang, Joko Kendil, dan Sangkuriang. Narasi dibacakan dengan irama parodi, lucu, menghibur, namun tidak meninggalkan kesan nusantaranya. Sepuluh menit kemudian, Marching Band UII melantunkan Lagu Indonesia Raya yang begitu selesai langsung dilakukan pemotongan pita oleh Subroto dengan disaksikan oleh panitia dan peserta. Parade Kisah Nusantara resmi dibuka.
Rombongan demi rombongan kemudian diberangkatkan. Tampak di barisan awal setelah Marching Band UII, ada SLB Yapenas yang berlokasi di Condongcatur, Depok, Sleman. Murid-murid SLB tersebut menampilkan kisah Sumpah Pemuda. Mereka berjalan ditemani oleh guru-gurunya. Menyusul berikutnya, ada Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah (IKPMD) Kalimantan Timur dengan busana daerahnya. Setelah itu, ada SLB A Yaketunis (Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam) yang menabuh rebana sembari melantunkan irama shalawat. Tidak lupa, para pengasuh ikut menemani anak didiknya dalam berkreasi menyanyi dengan iringan rebana. Di barisan keempat, ada SLB Wiyata Dharma I, Tempel, Sleman, yang membawakan replika Candi Roro Jonggrang yang digambarkan pada sebuah papan serupa papan wayang. Selanjutnya, ada IKPMD Aceh yang disambung oleh SLB Negeri I Bantul yang membawakan replika pedang senjata andalan Si Pitung. Seorang tunagrahita dengan semangatnya menabuh gendang sambil meneriakkan sebuah irama. Terakhir, ada kawan-kawan dari SLB C Pantiasih, Pakem, Sleman, yang membawakan replika perahu yang bertuliskan Sangkuriang. Semua peserta mengenakan busana daerah yang sesuai dengan kisah yang mereka bawakan dalam parade.
SLB Wiyata Dharma I
Di tengah kegiatan, hujan kembali mengguyur Malioboro dengan lebatnya. Namun kali ini, hujan tidak berhasil menghentikan parade karena peserta tetap berpawai dengan penuh semangat. Rebana tetap ditabuh, teriakan tetap dinyaringkan diiringi oleh gendangnya, dan di barisan depan Marching Band UII terus memainkan alat musiknya dengan apik. Semua basah, baik panitia yang berjas almamater maupun peserta yang berbusana khas cerita mereka. Hujan tidak lantas membuat parade berhenti, namun semakin menambah semangat untuk berkreativitas sepanjang dua kilometer Jalan Malioboro. Masyarakat pun cukup antusias. Ada yang menonton parade sambil berpayung, mengenakan jas hujan, dan berteduh di warung-warung. Beberapa ada pula yang mengabadikan kegiatan parade dengan kameranya.
Sekitar pukul 14.30 WIB, parade berakhir di Benteng Vredeburg. Peserta kembali lagi ke halaman Kantor DPRD DIY, namun kali ini diantarkan dengan menggunakan bus. Sebagai sesi penutup, Ketua Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (DPM UII), Herdika Oki Prasetya, memberikan sambutannya. “Ini adalah hujan terindah sepanjang hidup saya, begitu pula mungkin dengan teman-teman semua,” ujar Dika.